Senin, 24 Januari 2011

Makna ‘jadi orang batak’

SBY harus berani & tegas
Ibarat pepatah: ‘’Tak ada rotan, akar pun jadi’’ yang bermakna tidak perlu repot-repot menghadapi situasi apa pun atau memanfaatkan apa yang ada saja asal memberi manfaat. Tak ada yang bagus yang sedang saja pun jadi.

Kiranya, pepatah itulah yang dianut panitia dan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) saat menerima prosesi pemberian marga Siregar dan marga Pohan untuk sang istri--Ibu Ani Yudhoyono. Pemberian marga itu menurut jubir Kepresidenan, Julian Aldrin Pasha, tidak bermasalah. Ia pun menegaskan, SBY diberi penghormatan adat oleh Lembaga Adat Batak Angkola. Jadi, bukan gelar Raja Batak sebagaimana diisukan sebelumnya.

Jubir Partai Demokrat (PD), Ruhut Sitompul pun angkat bicara soal gelar marga Siregar untuk Presiden SBY dan marga Pohan untuk Ibu Ani. Pemberian gelar itu sebagai simbol SBY sebagai pemimpin besar yang sangat dicintai oleh rakyatnya karena dia selalu melindungi rakyatnya dan bekerja untuk rakyatnya.

Memang setiap orang bisa memberikan penilaian. Di mata Partai Demokrat dan pendukungnya SBY merupakan tokoh yang tidak ada duanya, tapi di mata elemen masyarakat lain, belum tentu. Bahkan dianggap gagal memimpin bangsa Indonesia, sebagaimana penilaian sejumlah tokoh lintas agama di Jakarta baru-baru ini.

Dengan tidak jadinya SBY mendapat gelar Raja Batak sekaligus mengakhiri kemungkinan meluasnya aksi unjuk rasa di kalangan orang-orang Batak yang beragam. Sebab, pemberian marga saja ada aturan mainnya, lewat prosesi adat kepada orang-orang pilihan, biasanya kepada tokoh masyarakat yang sudah banyak berbuat untuk kemajuan masyarakat luas.

Jadi, cukup bijak bila Presiden SBY pada akhirnya hanya diberi marga Siregar sebagai penghormatan adat saja, karena persyaratan untuk memberi marga tidaklah seketat pemberian gelar Raja Batak. Sehingga dijamin tidak menimbulkan pro dan kontra lagi. Lain halnya kalau pemberian gelar Raja Batak tetap dilaksanakan, pastilah muncul reaksi dari kelompok yang pro dan kontra. Sebab, di mata etnis Batak tertentu belum tentu SBY cocok mendapatkan gelar terhormat itu.

Ciri khas orang Batak memang belum terlihat di sosok SBY. Biasanya orang Batak selalu berani mengambil kebijakan dan menerima risiko yang timbul, sehingga orang Batak dikenal tegas dalam bersikap dan bertindak. Kehati-hatian perlu tapi tidak ada dalam kamus orang Batak menjadi manusia peragu!

Andai saja Presiden SBY berhasil menjalankan tugas-tugasnya sebagai kepala pemerintahan dan kepala negara, dekat dengan semua golongan masyarakat, termasuk masyarakat Batak, tentunya tidak akan muncul penolakan pemberian gelar Raja Batak padanya. Apalagi yang memberikan tokoh-tokoh Batak yang sukses di Jakarta dan kini berhati mulia ingin membangun kampung halamannya, Tano Batak.

Hemat kita, penolakan pemberian gelar Raja Batak kepada SBY cukup beralasan. Gelar ‘’sakral’’ itu tidak bisa diberikan kepada orang-orang sembarangan. Tidak musti pejabat seperti SBY lantas bisa seenaknya ditabalkan sebagai Raja Batak. Apalagi SBY sebelumnya menolak sistem kerajaan dan dinasti-dinastian seperti halnya Kesultanan di Yogyakarta. Sikap Presiden SBY yang dinilai tidak mengerti perjalanan sejarah bangsa, khususnya keberadaan dan dukungan rakyat Yogyakarta di masa ‘’tempo doeloe’’ kepada NKRI, benar-benar mengecewakan banyak pihak. Bahkan orang Batak pun banyak yang kecewa dengan sikap pemerintahan SBY yang ‘’menggantung’’ desakan warga Yogyakarta agar Sultan menjabat Gubernur tanpa proses pemilihan lagi.

Rencana pemberian gelar Raja Batak kepada Presiden SBY berakhir dengan kegagalan, antiklimaks, setelah ditolak oleh sebagian masyarakat Batak di Jakarta dan Kota Medan, Sumatera Utara. Namun peresmian Museum Batak di Balige dan menghadiri penghormatan adat dari salah satu suku di Sumut tetap berjalan lancar di kompleks TB Silalahi Center, Desa Pagar Batu, Kecamatan Balige, Kabupaten Toba Samosir, Selasa (18/1).

Keberadaan Museum Batak ini bisa disebut fenomena karena infonya dibangun dengan desain berstandar Internasional, baik dari segi penerangan, sirkulasi udara, dan juga dari segi keamanan. Tepat di depan Museum Batak ini berdiri sebuah patung Raja Batak yang cukup gagah setinggi 7 meter dan di bawahnya terdapat sebuah maket besar yang menggambarkan Danau Toba, sepertinya patung Raja Batak berdiri di atas bukit Pusuk Buhit di atas Pulau Samosir karena dari daerah itulah konon asal mula Raja Batak. Museum Batak ini memiliki view sangat menarik, karena berada di pinggiran Danau Toba dan pegunungan di kawasan Toba Samosir. Wajar bila diharapkan bakal mendatangkan turis lokal maupun mancanegara. Asal saja terus dijaga dan dirawat, dan jangan sampai TB Silalahi Center plus Museum Batak terbesar di Asia Tenggara ini dijadikan momentum melakukan gerakan politik praktis.

0 komentar:

Posting Komentar

Gallery & Profile Celebrity

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Best Buy Printable Coupons